
Kegiatan kali ini bertujuan untuk memperkenalkan mahasiswa kepada cabang ilmu Material Science. Pemateri, Ibu Dian Putri Hastuti, Ph.D., adalah seorang peneliti di National Institute of Advanced Industrial Science and Technology (AIST) di Jepang. Dalam sesi ini, para peserta akan diajak untuk memahami konsep material science dan dampaknya terhadap dunia.
Ilmu Material atau Material Science adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara struktur, sifat, pengolahan, dan kinerja berbagai jenis bahan. Bahan-bahan ini dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, termasuk logam, polimer, keramik, dan material komposit.
Material dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan fungsinya. Pertama, ada material yang dipilih berdasarkan sifat mekaniknya, seperti kekuatan dan kekerasan. Kedua, terdapat material yang digunakan berdasarkan sifat fisiknya, termasuk sifat magnetik, konduktivitas, dan isolasi.
Dalam pengembangan material di bidang Ilmu Material, peneliti dihadapkan pada tantangan untuk melampaui batasan-batasan material yang ada saat ini, sehingga memungkinkan penemuan material baru. Terdapat berbagai bidang penelitian dalam Ilmu Material, mencakup aspek kinerja, proses, struktur, dan lainnya.
Inovasi teknologi saat ini sangat bergantung pada penelitian dalam bidang Ilmu Material. Salah satu material baru yang dianggap sebagai terobosan signifikan adalah graphene. Graphene memiliki keunggulan dalam hal ketebalan, berat, dan kekuatan jika dibandingkan dengan baja. Bahkan, graphene memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan berlian.
Salah satu kemajuan signifikan dalam ilmu material saat ini adalah inovasi dalam teknologi baterai. Baterai lithium berbasis nikel memiliki ketersediaan yang terbatas di alam. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan material baru untuk mengatasi masalah keterbatasan bahan baku baterai yang lebih melimpah.
Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan baterai lithium. Hal ini didukung oleh banyaknya sumber nikel yang tersedia di negara ini. Indonesia sendiri memiliki kesempatan besar dalam pengembangan baterai lithium berkat ketersediaan cadangan nikel yang melimpah, menyimpan hingga 23% dari total cadangan nikel dunia.